Kenapa jadi backpacker itu bikin nagih?
Aku masih inget pertama kali ninggalin rutinitas kerja demi seminggu keluyuran dengan ransel 12 kilo di punggung — itu berat dan bebas sekaligus. Rasanya aneh: deg-degan karena nggak ada itinerary super ketat, tapi juga nyaman karena tahu cuma bawa barang yang benar-benar penting. Ada kepuasan kecil tiap kali nemu warung kopi sepi yang baunya harum menyeruak di pagi hari, atau tertawa sendirian karena nyasar sampai ngedumel sendiri “kok aku bisa lupa cek jam terakhir bus?”.
Backpacking bukan cuma soal murah-murahan. Buatku, ini soal belajar bergerak cepat, tersenyum ke orang asing, dan menerima kejutan. Kalau kamu suka cerita-cerita kecil — misal suara tukang bakso di stasiun, angin laut yang ngebasahi jaket tipis, atau obrolan random di dorm malam-malam — ya, backpacking itu kayak narkotik (yang sehat!), bikin nagih.
Trik Hemat: Bukan cuma soal harga tiket
Ada beberapa trik yang aku selalu pakai biar perjalanan tetap seru tanpa nguras tabungan. Pertama, packing minimalis: kaos tiga, celana dua yang bisa dipadu-padankan, dan satu jaket tipis waterproof. Beneran, baju itu bisa dicuci cepat di wastafel hostel dan kering kalau ketemu jemuran matahari.
Kedua, transportasi lokal: skip taksi jika bisa naik angkot atau ojek online. Selain lebih murah, naik transport lokal itu pengalaman tersendiri — liat kehidupan sehari-hari, dengar obrolan penumpang, dan kadang dapat rekomendasi spot kece dari supir. Triknya lagi: cari kartu tol lokal atau aplikasi transportasi sebelum berangkat supaya nggak kaget biaya dan rute. Untuk booking penginapan, akomodasi dorm di hostel seringkali paling ramah di kantong dan tempatnya asik buat ketemu traveller lain (dan berbagi cooking tip atau spot rahasia).
Oh iya, satu sumber yang sering aku kunjungi untuk tips singkat dan update destinasi adalah jtetraveltips. Jangan lupa bawa botol minum isi ulang — tabung air itu nyelamatin budget dan planet juga.
Itinerary ringkas 4 hari untuk kantong tipis
Kalau cuma punya long weekend 4 hari, ini itinerary yang biasanya aku pakai: Day 1: Tiba pagi, jelajah pusat kota pakai kaki, cari makan di pasar lokal, malamnya cari hostel dengan rooftop atau area ngobrol. Day 2: Sewa motor (atau naik bus lokal) ke desa/air terjun terdekat, bawa bekal, piknik di pinggir sungai; feel-explorer banget. Day 3: Sunrise spot—bangun lebih pagi, nonton matahari muncul, terus explore pantai/tebing lain; sore ke pasar malam. Day 4: Santai, belanja oleh-oleh kecil, dan pulang sore.
Kenapa simpel? Karena perjalanan yang padat bikin capek dan ujung-ujungnya nggak nikmatin momen. Lebih baik sedikit spot tapi benar-benar dirasain: duduk lama, ngobrol sama penduduk, dan malah dapat rekomendasi tempat yang nggak ada di guidebook.
Destinasi anti-mainstream yang (mungkin) belum kamu dengar
Ada beberapa spot yang bikin aku terpesona walau nggak viral di Instagram: sebuah desa nelayan kecil yang hanya bisa dijangkau lewat jalan setapak (bau ikan segar dan suara perahu yang beradu di dermaga bikin rileks), air terjun tersembunyi yang butuh trekking santai 45 menit sambil ngitung kuda liar (oke, mungkin itu lebay), dan sebuah bukit batu yang pas senja jadi panggung warna oranye yang super dramatis.
Rahasianya? Tanyakan ke orang lokal, buka peta dan beneran ambil jalan kecil, atau ikutan perjalanan komunitas. Kadang yang anti-mainstream itu bukan karena nggak menarik, tapi karena butuh usaha lebih sedikit: bangun pagi, say hi ke penduduk, dan siap berbelok dari rute utama. Reaksi awalku biasanya senyum nggak percaya, terus ketawa kecil sambil ngomel “kok bisa ya tempat sehepi ini?!”
Satu catatan penting: jaga lingkungan dan budaya lokal. Bawa sampah pulang, hormati aturan setempat, dan kalau mau foto orang, minta izin dulu—percaya deh, perjalanan yang paling berkesan seringkali datang dari hubungan manusia, bukan dari feed yang rapi.
Menutup curhat: backpacking itu tentang pilihan—pilih lebih sedikit barang, lebih banyak pengalaman; pilih tidur di dorm, dapat cerita orang lain; pilih jalur sepi, dapat matahari terbenam yang cuma buat kamu. Kalau kamu sedang ragu mulai, mulai dari trip kecil dulu, dan bawa selalu rasa penasaran. Selamat packing, semoga ranselmu nggak sempat bikin punggung protes berat—tapi jantung penuh cerita!